Secara bahasa, Pers berarti media. Berasal dari bahasa Inggris press
yaitu cetak. Apakah media itu berarti hanya media cetak? Tentunya tidak.
Pada awal kemunculannya media memang terbatas hanya pada media cetak.
Seiring percepatan tekhnologi dan informasi, ragam media ini kemudian
meluas. Muncul media elektronik: Audio, audio visual (pandang-dengar)
sampai internet. Jadi pers adalah sarana atau wadah untuk menyiarkan
produk-produk jurnalistik.
Sedang jurnalistik merupakan suatu aktifitas dalam menghasilkan berita
maupun opini. Mulai dari perencanaan, peliputan dan penulisan yang
hasilnya disiarkan pada public atau khalayak pembaca melalui media/pers.
Dengan kata lain jurnalistik merupakan proses aktif untuk melahirkan
berita.
Hasil dari proses jurnalistik yang kemudian menjadi teks yang dimuat di media, berupa berita maupun opini.
Fungsi Pers
1. Menyiarkan informasi; hal inimerupakan fungsi yang pertama dan
utama karena khalayak pembaca memerlukan informasi mengenai berbagai
hal di bumu ini.
2. Mendidik (to educate); artinya sebagai sarana pendidikan massa
(mass education). Adapun isi dari media atau hal yang dimuat dalam
media mengandung unsur pengetahuan khalayak pembaca pengetahuannya.
3. Menghibur (to entertaint), khalayak pembaca selain membutuhkan
informasi juga membutuhkan hiburan. Ini juga menyangkut minat insani.
4. Mempengaruhi (control social); tidak dapat dipungkiri dalam
kehidupan ini ada kejanggalan-kejanggalan, baik langsung ataupun tidak
langsung, berdampak pada kehidupan social. Pada fungsi ini media
dimungkinkan menjadi control social, yang karena isi dari media sendiri
bersifat mempengaruhi.
Teori Pers
Fred S. Slebert, Thedorre Peterson dan Wilbur Schamm menyatakan bahwa
pers di dunia saat ini dapat dikatagorikan menjadi: Authorian Pers,
social Responbility Pers dan Soviet Communist Pers.
Adapun teori Soviet Communist Pers hanyalah perkembangan dari teori
authoritarian Pers. Pada teori itu fungsi pers sebagai media informasi
kepada rakyat oleh pihak penguasa mengenai apa yang mereka inginkan dan
apa yang harus didukung rakyat.
Sedangkan teori Sosial Rseponbility merupakan perkembangan dari teori
Lebertarian Pers. Dan teori ini adalah kebalikan dari teori autoritarian
pers, dimana pers bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai
Fouth State. Pada teori ini pers menempatkan posisinya sebagai tanggung
jawab social.
Apa Itu Berita?
Secara sederhana berita merupakan laporan seorang wartawan/jurnalis
mengenai fakta. Karena ada banyak fakta dalam kehidupan atau realitas
social lantas apakah fakta/realitas merupakan berita? Tidak? Fakta itu
akan menjadi berita setelah dilaporkan oleh seorang wartawan.
Karena itu berita merupakan konstruksi dari sebuah fakta. Lantas seperti
apa fakta yang semestinya dilaporkan wartawan lalu menjadi berita?
Secara teoritis ada banyak sekali ukuran, namun secara umum ukuran itu
dibagi dua, yakni penting dan menarik.
Kemudian, seberapa penting dan menarikkah suatu peristiwa itu layak
dijadikan berita? Maka untuk mempertimbangkan hal tersebut dibutuhkan
nilai-nilai sebagai pertimbangan untuk menentukan suatu peristiwa itu
layak dijadikan berita. Dalam jurnalistik nilai-nilai tersebut disebut
dengan News Value (nilai berita).
Objek Berita
Karena berita adalah laporan fakta yang ditulis oleh seorang jurnalis,
maka objek beritanya adalah fakta. Dan fakta dalam jurnalsitik dikenal
dalam beberapa kriteria, yaitu:
1. Peristiwa, adalah suatu kejadian yang baru terjadi, artinya kejadian itu hanya sekali terjadi.
2. Kasus, adalah merupakan kejadian yang tidak selesai setelah
peristiwa terjadi. Maksudnya kejadian tersebut meninggalkan kejadian
selanjutnya, peristiwa melahirkan peristiwa berikatnya. Maka kejadian
demi kejadian tersebut disebut dengan kasus.
3. Fenomena, adalah merupakan suatu kasus yang ternyata tidak
terjadi hanya pada batas teritorial tertentu, artinya kasus tersebut
sudah mewabah, terjadi dimana-mana.
Nilai-nilai Berita (News Value)
Secara umum nilai berita ditentukan oleh 10 komponen. Semakin banyak
komponen tersebut dalam berita maka semakin besar nilai khalayak pembaca
terhadap berita tersebut, secara lebih rinci dapat diringkaskan sebagai
berikut:
1. Kedekatan (Proximity), peristiwa yang memiliki kedekatan dengan khalayak, baik secara geografis maupun psikis.
2. Bencana (Emergency), tiap manusia membutuhkan rasa aman. Dan setiap rasa aman akan menggugah perhatian setiap orang.
3. Konflik (Conflict), ancaman terhadap rasa aman yang
ditimbulkan manusia. Konflik antar individu, kelompok maupun Negara
tetap akan mengugah perhatian setiap orang.
4. Kemashuran (Prominence), biasanya rasa ingin tahu terhadap seseorang yang menjadi Public figure cukup besar.
5. Dampak (Impact), peristiwa yang memiliki dampak langsung dalam kehidupan khalayak/masyarakat.
6. Unik, manusia cenderung ingin tahu tentang segala hal yang
unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang belum pernah atau tak bias ditemui
dalam kehidupan sehari-hari dan menarik perhatian.
7. Baru (Actual), suatu peristiwa yang baru terjadi akan memancing minat orang untuk mengetaui.
8. Kontroversial, suatu peristiwa yang bersifat controversial
akan menarik untuk diketahui karena mengandung kejanggalan.
9. Human Interest, derita cenderung dijahui manusia, dan derita sesame
cenderung menarik minat untuk mengetahui. Karena manusia menyukai
suguhan informasi yang mengesek sisi kemanusiaan.
10. Ketegangan (Suspense), sesuatu yang membuat manusia ingin
mengetahui apa yang terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin
tahu akhir dari peristiwa.
Namun sering kali ditemui dalam beberapa media yang melaporkan peristiwa
yang sama. Ini karena perbedaan sudut pandang (angel) yang diambil
wartawan dalam menulis berita.
Unsur Berita
Diketahui bahwa berita merupakan hasil rekonstruksi dari fakta
(peristiwa) oleh wartawan, maka doperlukan perangkat untuk
merekonstruksi peristiwa tersebut. Berangkat dari pemikiran bahwa pada
umumnya manusia membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam enam
hal. Maka dari itu materi berita digali melalui enam pokok unsure
tersebut; meliputi apa (what), siapa (who), dimana (where), kapan
(when), mengapa (why), bagaimana (how). Kemudian dikenal sebagai 5W+1H.
Sifat Berita
1. Mengarahkan (Directive), karena berita ini dapat mempengaruhi
khalayak, baik disengaja atau tidak. Maka berita ini sifatnya
mengarahkan
2. Menbangkitkan Perasaan (effectife), melalui berita ini dapat membangkitkan perasaan public
3. Memberi Informasi (Informatife), berita in harus memberi informasi
tentang keadaan yang terjadi sehingga memberi gambaran jelas dan menjadi
pengetahuan public.
Kaidah-kaidah Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, dalam hal ini menkonstruk peristiwa (fakta)
tidaklah semena-mena. Penulisan berita didasarkan pada kaidah-kaidah
jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan konsep ABC
(Accuracy, Balance, Clarity).
1. Accuracy (akurasi)
Disebut sebagai pondasi segala macam penulisan bentuk jurnalistik.
Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya sama dengan melakukan
pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam
penulisan berita, bila perlu perhatikan beberapa hal berikut:
1. Dapatkan berita yang benar
2. Lakukan re-cek terhadap data yang diperoleh
3. Jangan mudah berspekulasi denga isu atau desas-desus
4. Pastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kewenangan dan keabsahannya.
1. Balance (Keseimbangan)
Ini juga menjadi kaidah dalam penulisan berita. Sering terjadi sebuah
karya jurnalistik terkesan berat sebelah dengan menguntungkan satu pihak
tertentu sekaligus merugikan pihak lain. Keseimbangan dimungkinkan
dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya dalam penulisan berita
tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut dengan “Both
Side Covered”.
1. Clarity (Kejelasan)
Factor kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud
berita yang disampaikan, bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih
condong pada factor topic, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian
pemahaman bahasa dan pernyaratan penulisan lainnya.
Struktur/Susunan Penulisan Berita
Dalam berita terdapat struktur atau susunan berita juga memiliki
bagian-bagian. Maka sebelum mengenal struktur penulisan berita terlebih
dulu kita mengenal bagian-bagian berita. Dimana bagian-bagian tersebut
dari Kepala Berita atau Judul (Head News). Topi Berita, menunjukan
lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya, Surabay SP) biasanya
digunakan dalam penulisan Straight News, intro diletakkan setelah judul
berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita. Tubuh
berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita.
Adapun strukrur penulisan berita sebagai berikut:
1. Piramida Terbalik: artinya pokok atau inti berita diletakkan
di awal-awal paragraph (1-2 paragraf) dan bukan berarti paragraph
selanjtnya tidak penting. Cumin bukan merupakan inti berita. Biasanya
ini digunakan dalam penulisan staright news.
2. Balok tegak: artinya pokok atau inti berita tidak hanya
diletakkan di awal paragraph. Terdapat di awal, tengah dan akhir
paragraph. Biasanya ini digunakan dalam penulisan depth news (Indepth
reporting ataupun investigasi reporting).
Metode Penggalian Data
Dalam membuat berita, data menempati posisi penting, karena melalui
datalah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data merupakan “mind”
(rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis (jurnalis) menyajikan
knstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari berbagai data.
Ada beberapa cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui
pengamatan langsung penulis (observasi) untuk mendapatkan data tentang
kejadian. Kedua, melakukan wawancara terhadap seseorang yang terlibat
langsung (sekunder) dalam suatu kejadian. Wawancara juga dimaksudklan
untuk melakukan Cross Chek demi akurasi data yang diperoleh melalui
pengamatan (observasi). Ketiga, selain dua perangkat tersebut data juga
bisa diperoleh melalui data literary terhadap dokumen-dokumen dengan
suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika dimungkinkan) data demikian
dianggap penting.
Obeservasi
Ini dilakukan pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam
pengamatan sangat mengandalkan kepekaan inderawi (lihat, dengar, cium,
sentuh) dalam mengamati realitas. Namun dalam pengamatan tersebut
seorang observator tidak boleh melakukan penilain terhadap realitas yang
diamati.
Kegiatan observasi terkait dengan pekerjaan memahami realitas
detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya
memfokuskan pengamatan pada obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi memerlukan daya amatan yang kritis, luas. Namun tetap tajam
dalam mempelajari rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan
pengamatan yang obyektif si pengamat harus bisa mengontrol emosional
dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang diamati.
Dalam penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan
orsinil. Langsung artinya dalam pengamatannya tidak berdasarkan teori,
pikiran dan pendapat. Ia menemukan langsung apa yang hendak dicarinya.
Orsinil artinya hasil amatannya merupakan hasil serapan indranya bukan
yang dilaporkan orang lain. Dan untuk selanjutnya akan dibahas secara
lengkap mengenai jenis pengamatan, mulai pengamatan I, II, III dan IV.
1. Pengamatan I
Tahap ini merupakan langkap untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan
penginderaan pada suatu obyek yang telah ditentukan agar mampu untuk
mendeskripsikannya. Hal ini dimaksudkan untuk membedah kesadaran antara
obyektifitas dan subjektifitas, antara fakta dan imajinasi sebagai
bagian dari news. Dari sini diusahakan untuk mampu mendeskripsikan
keberadaan benda mati ke dalam bentuk sebuah tulisan.
Maksimalisasi panca indera sangat ditonjolkan untuk memfokuskan
kesadaran dan kepekaan penginderaan secara deskriptif. Dalam
pendeskripsian ini harus mengoptimalkan kemampuan indera dalam
meggambarkan sebuah benda tanpa menyebutkan sifat objek. Sebab jika
mengungkapkan sifat pada sebuah objek, maka deskripsi akan bersifat
subjektif.
Karena itu diperlukan batasan antara objektifitas dan subjektifitas.
Objektifitas dapat berpatokan pada: posisi letak, ukuran, warna, bahan,
kedudukan, akurasi, identitas, dan non justification. Sedangkan
subjektifitas dalam pendeskripsian dapat di lihat dari: keadaan, agak/
kemiripan, imajinasi pendapat pribadi, gaya bahasa banyak mengulas
mengulas, mengungkapkan sifat, fungsi/ normative dan suasana.
Keduanya dapat dijadikan pisau dalam menganalisa suatu objek.
Selanjutnya dari hasil deskripsi, seorang yang membacanya dapat
menyimpulkan sendiri berdasarkan data.
1. Pengamatan II
Dalam tahap ini deskripsi objek lebih di tingkatkan lagi pada benda
bergerak/ hidup. Dengan prinsip yang tidak jauh berbeda dengan
pengamatan I. kemampuan indera lebih dipertajam untuk memperoleh
deskripsi yang maksimal. Pembatasan wilayah objektifitas dan
subjektifitas tetap ditekankan, namun disini lebih di kembangkan untuk
penentuan fokus pengamatan pada objek.
Dengan demikian selanjutnya akan lebih mengarahkan deskripsi pada focus
benda (supaya tidak meluas). Pengungkapan kondisi dan suasana lingkungan
dapat dimasukkan dalam pengamatan ini yang berusaha untuk memberikan
deskripsi secara utuh (holistic)
1. Pengamatan III
tahap ini akan mengamati sebuah gambar atau foto dari sebuah peristiwa.
Praktisnya adalah berusaha untuk membangun analisis dan deskripsi
objektif dari sebuah gambar atau foto yang dianggap sebagai dunia nyata
sekaligus pengamat diposisikan seolah-olah berada dalam keadaan
tersebut.
Dalam penagmatan ini diupayakan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan
penginderaan pada peristiwa dunia dalam gambar tersebut. Aktualisasi
analisis dapat dilakukan dengan mengajukan dan menuliskan pernyataan
sebanyak-banyaknya tentang peristiwa yang diamati. Selanjutnya dapat
diminta untuk mengajukan dan menuliskan kemungkinan jawaban atas setiap
pertanyaannya.
Focus kesadaran penginderaan benar-benar harus dicurahkan untuk
mendapatkan deskripsi yang detail dan akurat. Hasil pengamtan ini dapat
dijadikan tolak ukur sehingga kekuatan dan kemampuan seseorang jurnalis
dalam menganalisa memecahkan persoalan sekaligus kemudian menuangkannya
dalan tulisan. Untuk mempertajam analisa dapat ditambah dengan perinsip 5
W + 1 H.
1. Pengamatan IV
Pengamatan ini akan memfokuskan kesadaran dan kepekaan indera pada
sebuah peristiwa nyata untuk kemudian dideskripsikan. Di sini para calon
jurnalis dapat menggali data dengan alat bantu wawancara maupun cara
lain yang berkaitan dengan perristiwa tersebut. Hanya saja titik tekan
lebih pada proses pengamatan (indera). Yang kemudian prinsip 5 W + 1 H
dalam tahap ini dapat di aplikasikan secara langsung dan menyeluruh.
Dalam tahap ini sebanarnya dinding pemisah antara subjektifitas dan
objektifitas sangat tipis. Apa yang di anggap objektifitas oleh
seseorang bisa dianggap subjektifitas oleh orang lain, begitu pula
sebaliknya. Misalnya kita analogikan dengan sebuah pernyataan “agama itu
baik bagi manusia” atau “agama itu tidak baik bagi manusia”. Sehingga
kemungkinan orang akan mengatakan pernyataan pertama benar dan objektif
dengan alasan misalnya banyak orang telah membuktikan kebaikan agama.
Tetapi dengan alasan dan bukti berbeda, orang lain akan membenarkan
pernyataan kedua.
Begitu pula dalam subuah peristiwa, bahwa objektifitas dan subjektifitas
pendapat orang akan bersifat relative, tergantung pada siapa yang
mengatakan dan dalam kondisi bagaimana. Subjektifitas akan dikatakan
objektif apabila dikautkan dengan pendapat seseorang, dalam arti bukan
pendapat penulis/ jurnalis.
Wawancara
Wawancara merupakan aktifitas yang dilakukan dalam jurnalistik untuk
memperoleh data. Dalam menggali data tidak mungkin bag seorang jurnalis
untuk menulis berita.
Hanya mengandalkan hasil observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena
dengan wawancara bisa memperoleh kelengkapan data tentang peristiwa atau
fenomena. Juga dengan wawancara seorang jurnalis melakukan cross chek
atau recheck dari data yang diperoleh sebelumnya demi akurasi data.
Perlu diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses Tanya jawab “saya
bertanya-anda menjawab” wawancara lebih luas dari proses tanya jawab.
Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi pekerjaan “membagun ingatan”
tujuan umumnya merekonstruksi kejadian yang entah baru terjadi atau
lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan yang
diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan tersebut.
Tekhnik Wawancara
* Menguasai permasalahan
Ini penting untuk menghindari Miss Understanding antara pewawancara dan yang diwawancarai.
* Ajukan pertanyaan yang lebih spesifik
* Pertanyaan yang lebih spesifik akan lenbih membantu dan mempermudah dalam mengarahkan topic pembicaraan
* Jangan menggurui
* Karena wawancara bukan proses tanya jawab, tetapi aktifitas membangun
ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi atau telah lampau.
Study Literary
Suatu data tidak hanya di peroleh melalui pengamatan dan wawancara
tetapi bisa juga memanfaatkan (melacak) data-data yang
terdokumentasikan. Pencarian data-data yang terdokumentasikan juga
sangat dipertimbangkan keabsahannya (valid) dan dapat dipertanggung
jawabkan, misalnya Keppres, Tap MPR, Undang-undang. Tidak mungkin di
dapatkan melalui didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara.
Kebutuhan data yang seperti itulah sangat memungkinkan dan merupakan
keharusan untuk pencarian data yang terdokumentasikan. Dan biasanya
data-data yang seperti itu validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Karena tingkat validitas data itu harus dipertanggungjawabkan maka dalam
pencarian dan seseorang jurnalis harus hati-hati memanfaatkan
dokomentasi yang sudah ada pemanfaatan data yang terdokumentasikan tidak
terbatas pada Keppres, Tap MPR, Undang-undang, hasil dari penelitian,
berita di media, arsip, buku, juga bisa dijadikan sebagai dokumen,
tetapi juga harus mempertimbangkan validitas dari data-data tersebut.
Koran atau majalah
Koran atau majalah menyediakan informasi cukup memadai untuk kebutuhan
riset dokumen. Informasi surat kabar cukup layak dijadikan sumber data
otentik (terlepas bila mengandung kesalahan informasi), riset dokumen
yang dilakukan mempelajari terhadap berbagai pemberitaan dari reportase
yang obyektif, teks berita foto (caption), dan tulisan opini.
Teknik penelusuran data melalui Koran atau majalah ialah :
* Melalui system kartu indeks perpustakaan
* Melalui system kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi
Buku
Pencarian data melalui buku terkait dengan kredibilitas penulisnya,
penerbitnya, dan tahun-tahun revisi penerbitannya. Juga memeriksa
keterangan data-data statistic yang dikutip, apakah dari abstraksi data
yang terbaru buku layak dijadikan sumber data karena buku biasanya
memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan cakupan pemahaman yang luas.
* Bebrapa referensi buku yang bisa dimanfaatkan
* Kamus
* Ensiklopedi
* Biografi
* Tesis/disertasi
* Jurnal
* Internet
BENTUK PENULISAN BERITA
STRAIGHT NEWS
Straight news atau sering juga disebut berita langsung merupakan bentuk
penulisan berita yang paling sederhana, hanya dengan menyajikan unsure
4W (what, who, when, where) maka tulisan tersebut bisa langsung menjadi
berita. Namun bukan berarti straight news menafikan unsure why dan how.
Karena itu bentuk penyajiannya pun juga diatur sedemikian rupa, sehingga
khalayak pembaca bisa mengetahui pesan utama yang terkandung dalam
berita itu tanpa perlu membaca seluruh isi berita. Pola penulisan
straight news sering dipakai oleh media-media massa yang punya masa edar
harian. Selanjutnya untuk media-media massa yang terbit berkala banyak
memakai pola penulisan feature, depth news (indepht reporting maupun
investigative reporting).
Permasalahnnya sekarang fakta yang bagaimana yang biasanya ditulis
dengan bentuk straight news. Tidak semua fakta bisa ditulis dengan
bentuk straight news. karena straight news sangat terikat dengan unsure
kebaruan (aktualita). Maka suatu fakta itu dituls dengan bentuk straight
news;
1. informasi/berita tentang peristiwa dan buku fenomena ataupun
kasus. Akhirnya kejadian yang hanya sekali itu saja terjadi. Bukan
kejadian yang terjadi secara berlanjutan. Misalnya kecelakaan lalu
lintas, kejahatan, pergantian pejabat, dsb.
2. informasi atau berita itu penting untuk segera diketahui khalayak
3. baru (actual)
DEPTH NEWS
tulisan ini lazim disebut “laporan mendalam, di gunakan untuk menuliskan
permasalahan (yang penting dan menarik) secara lebih lengkap, bersifat
mendalam dan analitis, dimensinya lebih luas, yang di jadikan berita
biasanya suatu kasus maupun fenomena. Laporan ini ditulis berdasarkan
hasil liputan terencana, dan membutuhkan waktu panjang. Karena merupakan
hasil liputan terencana, maka diperlukan persiapan yang matang,
sehingga dalam penuilsan in-Depth reporting ini membutuhkan out line
sebagai kerangka acuan dalam penggalian data sampai analisa data.
Dalam Depth news materi penulisan berita penekanannya pada unsur How
(bagaimana) dan why (mengapa). Mencari dan memaparkan jawaban How dan
Way secara lebih rinci dan banyak dimensi
Karakteristik Depth News
1. Srukturnya balok tegak
2. Deskripsinya analitis, banyak mengungkapkan fakta-fakta penting dan pendukung untuk kejelasan berita
3. lenggang cerita mengikat (berkesinambungan) antara paragraph sebelum dan sesudahnya
4. Lebih mendalam dalam menguraikan fakta.
Pembuatan Perencanaa Liputan (Outline)
Karena pemberitaan dalam model depth news lebih menekankan pada unsure
why dan how, maka dibutuhkan kedalaman dalam mengurai realitas. Supaya
dalam penguraian realitas tidak terjadi pembiasan/pelebaran, dalam
artian tetap focus dalam meguarai suatu realitas, maka amat dibutuhkan
kerangka (Outline) sebagai acuan dalam mengurai realitas tersebut, mulai
dari pengumpulan/pengalian data sampai penganalisaan data, sebelum
dijadikan tulisan.
Adapun dalam pembuatan Outline, kita tidak kosong terhadap realitas
(kasus atau fenomena) yang akan diurai. Penegtahuan awal tentang
fenomena yang akan diurai akan sangat membantu dalam pembacaan fenomena
tersebut. Karena tidak mungkin seluruh uraian fenomena yang disajikan
dalam tulisan, maka dalam outlinnya ditentukan sisi mana (angle) yang
akan diurai dan disajikan secara mendalam.
Sedangkan enggle di maksudkan sebagai penentu batasan-batasan fenomena
yang akan diurai sehingga dalam mengurai dan menganalisa sebuah fenomena
tetap terfokus pada batasan yang telah di rencanakan dan tidak melebar
kemana-mana yang hanya akan menjadikan pembiasan dalam penguraian dan
penganalisaan.
Sebagai kerangka acuan dalam liputan mendalam Out Line juga memuat
perencanaan (ketentuan) data-data yang akan diacri. Dan untuk data yang
di rencanakan melalui wawancara, ditentukan pula poin-poin pertanyaan
(drafting) secara garis besarnya.
FEATURES
Penulisan ini lazim di sebut berita kisah (narasi) atau cerita pendek
non fiksi. Dikatakan non fiksi karena tetap berdasarkan pula fakta.
Features juga sering disebut berita ringan (soft news) karena gaya
penulisannya yang indah memikat, naratif, proasis, imajinatif dan
bahasanya lugas.
Biasanya featuers ini mengggunakan suatu peristiwa (realitas social)
yang biasanya tidak terlalu menjadi perhatian public dan isinya lebih
menekankan pada sisi human interest (menarik minat dan perasaan khalayak
pembaca) model features dalam penulisan berita tidak terikat
aktualitas.
Namun dalam menulis features dibutuhkan kepekaan dan ketajaman menangkap
fenomena dalam realitas social melalui pengamatan dan wawancara yang
mendalam, serta riset dokumentasi yang cermat.
Ragam Features
1. Historikal Features
Menceritakan kejadian-kejadian yang menonjol pada waktu yang telah lewat, tetapi mesih mempunyai nilai human interest.
1. Profile Feature
Mengemukakan pengalaman pribadi seseorang atau kelompok. Khalayak
pembaca bisa mengetahui sepak terjang tokoh tersebut, motivasinya,
wawasannya, kerangka berfikirnya. Dan dikemas seolah-olah ‘kisah
pengakuan diri’ dari orang yang bersangkutan.
1. Adventures Features
Menyajikan kejadian unik dan menarik yang dialami seseorang atau
kelompok dalam perjalanan kesuatu daerah tertentu, baik tentang alam
maupun masyarakat.
1. Trend features
Mengungkapkan kisah tentang kehidupan sekelompok anak manusia ataupun perubahan gaya hidupnya dalam proses transformasi social.
1. Seasonal Features
Mengisahkan aspek baru dari suatu peristiwa teragenda, seperti saat
lebaran, natal, peringatan hari lahir tokoh nasional dan sebagainya.
1. How-to-do-it Feature
Mengungkapkan bagaimana suatu perbuatan atau kegiatan dilakukan, seperti
tulisan tentang pemanfaatan daun sereh sebagai obat keluarga atau
bagaimana cara menghapuskan virus computer.
7. Explanatori/Backgrounder Feature
Mengisahkan suatu yang terjadi dibalik peristiwa atau penjelasan mengapa
hal itu terjadi, misalkan tentang pemogokan buruh, mengapa pemogokan
itu terjadi, sebab apa yang melatar belakangi pemogokan.
1. Human Interest Feature
Menceritakan tentang kisah hidup anak manusia yang menyentuh perasaan,
seperti seorang mahasiswa yang terus kuliah dengan mengandalkan hasil
kerngatnya sendiri. Penulisan ini ditekankan pada tingkah laku hidupnya
bukan personnya.
Karakteristik Features
1. Teras Berita (Lead) bebas asal tetap menarik
2. Strukturnya bebas tapi tetap ringkas dan terus menarik
3. Bagian akhir tulisan dapat meningalkan pesan pada pembaca, artinya
dapat membuat pembaca tersenyum, tertawa, berdecap, bagian akhir yang
demikian disebut Punch.
4. Lenggang cerita terkesan santai
5. Deskripsi bervariasi, mengungkapkan detil-detil yang menyentuh atau yang membangkitkan emosi.
Pembuatan Opini, Tajuk Rencana (Editorial)
, Artikel, Kolom (Essai) dan resensi
Pembuatan antara opini, tajuk rencana, artikel, kolom dan resensi
mempunyai spesifikasi masing-masing yang sangat berbeda. Antara satu
tema rubrik tajuk opini pasti akan berbeda dengan rubric opini,
begitupun yang lainnya. Sehingga dibawah ini akan dipaparkan spesifikasi
masing-masing.
a. Opini
Bila berita sebagai hasil konstuksi dari peristiwa (fakta) dan dituntut
obyektif dalam penyajiannya, maka tidak demikian halnya dengan opini.
Opini bukan merupakan konstruksi peristiwa, tetapi lebih pada penilaian
terhadap peristiwa (fakta), jadi terdapat unsure-unsur subyektifitas
penulis dalam penyajiannya. Penulisannya tidak berdasarkan pada 5W+IH
sebagaimana berita.
Langkaha awal yang harus dilakukan sebelum mengumpulkan bahan dan
menulis opini dalah menentukan tema (problem yang akan diurai). Tema
merupakan bentangan benang-merah dalam benak penulis yang menggambarkan
tujuan tulisan, merupakan gagasan pokok. Tanpa tema tulisan opini tidak
akan utuh dan menentu arahnya. Ada beberapa bentuk penulisan opini dalam
jurnalistik; artikel, kolom, esai, resensi. Beberapa bentuk tulisan
tersebut lazimnya merupakan ruang bagi pembaca.
Selain bentuk-bentuk tersebut masih ada penilisan lain yang disebut
opini. Namun, opini ini lebih merupakan pendapat media bersangkutan
terhadap realitas yang berkembang. Salah satunya adalah editorial/tajuk
yang merupakan penilaian atau analisa dari redaksi tentang situasi dan
berbagai masalah. Juga ada pojok, ia merupakan tulisan tanpa sentilan,
sindiran terhadap realitas yang ditulis dengan gaya satire, lucu, kocak.
Dan karikatur juga merupakan penilaian redaksi terhadap realitas, ia
tidak jauh beda dengan pojok, namun diungkapakn melalui gambar/kartun.
Syarat-syarat Opini
- Orsinil
- Faktual, Aktual
- Bersifat ilmiah
- Sistematis
- Mengandung gagasan atau ide
- Menggunakan bahasa yang baik dan benar (Sesuai dengan kaidah bahasa, baik Indonesia ataupun serapan).
b. Tajuk Rencana (Editorial)
Suatu karya tulis yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu
fakta/realitas, karena merupakan pandangan redaksi maka tajuk
bersangkutan dengan penilaian redaksi. Tajuk rencana memuat fakta dan
opini yang disusun secara ringkas dan logis.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat tajuk
- Judul yang sifatnya meghimbau pembaca
- Kalimat untuk lead (paragraf awal) tidak terlalu panjang
Tajuk rencana yang baik mengandung keseimbangan antara hasil karya
seorang ilmuan dan seorang seniman. Denga jiwa ilmuan, dimaksudkan dalam
menentukan dan menganalisa problema bersifat logis, sangat
mempertimbangakn temuan-temuan dalam mengurai problem. Dengan semangat
seniman, dimaksudkan lebih pada penyajian hasil analisa dalam bentuk
tulisan agar lebih enak dibaca.
c. Artikel
Merupakan karya jurnalisik yang mempunyai karya ilmiah. Ada juga yang
mengatakan artikel merupakan karya ilmiah. Kenapa? Dalam artikel susunan
penulisannya seperti halnya karya ilmiah: ada batasan-batasan
permasalahannya yang diungkapkan untuk selanjutnya diurai dalam tulisan,
juga dimungkinkan ada problem solfing. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa-bahasa ilmiah-baku, namun tidak kaku. Jadi dalam menulis artikel
langkah utama adalah menentukan permasalahan yang akan diurai (tema).
Mensistematiskan supaya lebih mudah untuk ditarik benang merah. Ini
perlu diperhatikan dalam menulis artikel.
Tema dalam bahasan artikel bisa berupa apa saja, dari teknologi sampai
politik, dari masalah yanglebih kecil sampai pada masalah yang paling
besar.
d. Kolom / Essai
Sama halnya dengan artikel, menulis kolom diperlukan menentukan
permasalahan yang akan diurai, juga sistematisasi permasalahan untuk
ditarik benang merah. Ini dimaksudkan untuk menjadikan lebih terarah.
Dalam penulisannya, kolom tidak ketat seperti artikel. Bahasa yang
digunakan lebih lentur, mudah dipahami, terkesan santai dalam memaparkan
idenya.
Dalam essai lebih longgar lagi dan tulisannya lebih pendek dari kolom.
Biasanya karakter penulis tercerminkan dalam tulisan essai kekhasan
personal lebih ditonjolkan. Sama halnya dengan kolom dalam memaparkan
idenya terkesan santai, bahasanya lentur,alur bahasa lebih lugas. Juga
seperti halnya dalam penulisan opini yang lain, ada permasalahan yang
diuraikan.
e. Resensi
Resensi merupakan bentuk tulisan dalam hal pengambaran/analisa terhadap
sebuah teks. Teks disini bisa berupa buku, film, teater, maupun lagu.
Sebagian menyebut resensi sama halnya dengan synopsis, pengambaran
secara global tentang teks. Tapi sebenarnya tidak sama, karena dalam
resensi ada sedikit sentuhan analisa penulis dan seorang resensor harus
berlaku subyektif mungkin dalam menggambarkan atau menganalisa teks.
PENULISAN BERITA
a. Membuat Judul
Judul berita memang bukan merupakan hal yang urgen dalam penulisan
berita. Tapi bisa menjadi hal yang vital. Sebelum membaca isi berita
pembaca cenderung membaca judulnya lebih awal. Ketika judul tidak
menarik, pembaca akan enggan untuk membaca isinya.
Maka usahakan dalam membuat judul mudah dimengerti dengan sekali baca,
juga menarik, sehingga mendorong pembaca mengetahui lebih lanjut isi
berita. Tapi judul yang menarik belum tentu benar dalam kaidah penulisan
judul. Pada dasarnya judul seharusnya mencerminkan isi berita. Jadi
disamping mencerminkan isi dan menarik. Judul perlu kejelasan asosiatif
setiap unsure subjek, objek dan keterangan.
Selain itu dalam menuliskan judul juga bisa menggunakan kalimat
langsung, artinya mengutip langsung ungkapan dari narasumber. Biasanya
suatu pernyataan itu mengarah subjek yang melontarkan, untuk menjelaskan
subjek (nama-nama narasumber atau sebuah kegiatan maka digunakan
kickers (pra judul). Atau jika tidak menggunakan kickers, penulisan
judul dalam dua tanda petik.
b. Pembuatan Lead
lead merupakan paragraph awal dalam tulisan berita yang berfungsi
sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam tulisan berita. Ada
beberapa maca lead yang bisa digunakan dalam menulis berita:
1. Lead ringkasan: Biasanya dipakai dalam penulisan “Berita keras”. Yang
ditulis inti beritanya saja, sedangkan interesting reader diserahkan
kepada pembaca, lead ini digunakan karena adanya persoalan yang kuat dan
menarik.
2. Lead bercerita: Ini digemari oleh penulis cerita fiksi karena dapat
mebarik dan membenamkan pembaca alur yang mengasikkan. Tekhniknya adalah
membiarkan pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita.
3. Lead pertanyaan: Lead ini efektif apabila berhasil menantang pengetahuan pemabaca dalam mengenal permasalah yang diangkat.
4. Lead menuding langsung: Biasanaya melibatkan langsung pembaca secara
pribadi, rasa ingin tahu mereka sebagai manusia diusik oleh penudingan
lead oleh penulis.
5. Lead Penggoda: Mengelabui pembaca dengan acara bergurau. Tujuan
utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya pembaca habis
cerita yang ditawarkan.
6. Lead Nyetuk: Lead yang menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang
lain. Tujuannya menarik pembaca agar menuntaskan cerita yang kita
atawrkan. Gays lead ini sangat has dan ekstrim dalam bertingkah.
7. Lead Deskriptif: Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang
seorang tokoh atau suatu kejadian, Lead ini banyak digemari wartawan
ketka menulis feature profil pribadi.
8. Lead Kutipan: Lead yang mengutip perkataan, statement, teori dari orang terkenal.
9. Lead Gabungan: Lead yang menggabungkan dua atau lebih macam lead yang
sudah ada. Semisal lead kutipan digabung dengan lead deskriptif.
c. Pembuatan Ending
Untuk menutup ending atau ending story, ada beberapa jenis:
1. Penyegar: penuto yang biasanya diahiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan seolah-olah terlonjak
2. Klimaks: penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
3. Tidak ada penyelesaian: penulis mengahiri cerita dengan memberikan
sebuah pertanyaan pokok yang takterjawab. Jawaban diserahkan pada
pembaca untuk membuat solusi atau tanggapan tentang permasalahan yanga
ada.
d. Alur Penulisan
Kita sering membaca sebuah tulisan, tapi setelah selesai kita tidak tahu
apa yang dikatakan dan yang dimaksud oleh tulisan tersebut. Dalam kasus
ini, sebagai penulis ia gagal msnyampaikan ide/pikiran pada pembaca.
Ada dua kemungkinan kenapa pembaca tidak memahami tulisan tersebut.
Pertama bahasa yang digunakan penulis. Kedua, alur tulisan yang tidak
terarah. Jika yang terjadi adalah factor kedua maka penulis telah
melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan:
1. Sebab- akibat
2. Akibat- sebab
3. Diskriptif-kronologis
BAHASA JURNALISTIK
Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas terbatasnya ruang dan
waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan
komunikasi capat dalam ruang dan waktu yang relative terbatas. Dengan
demikian diobutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih efisien. Dengan
efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas.
Asas hemat dan jelas ini sangat penting buat seorang jurnalis dalam
usaha kearah efisiensi dan kejelasan dalam tulisan. Penghematan
diarahkan kepada penghematan ruang dan waktu. Ini bisa dilakukakn didua
lapisan. (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
a. Penghematan.
Unsur Kata
1. beberapa kata indinesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tata bahasa dan jelasnya arti. Misalnya
agar supaya menjadi agar, supaya
akan tetapi menjadi tapi
apabila menjadi bila
sehingga menjadi hingga
meskipun menjadi meski
walaupun menjadi walau
tidak menjadi tak
(kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)
2. kata daripada atau dari pada juga bisa disingkat jadi dari misalnya:
” keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi “keadaan
lebih baik dari sebelum perang”, tapi mungkin masih janggal mengatakan::
“dari hidup berputi mata, lebih baik mati berputih tulang”.
3. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian = lalu
makin = kian
terkejut = kaget
sangat = amat
demikian = begitu
sekarang = kini
catatan: dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab
bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal memilih sinonim pendek
perlu mempertimbangkan rasa bahasa.
Penghematan Unsur Kalimat
Lebih efektif penghematan kata adalah penghematan melalui struktur
kalimat. Banyak contoh pembuatan kalimat dengan pemborosan kata.
1. pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, diawal kalimat, misalnya:
- “adalah merupakan kenyataan, bahwa pencaturan politik
internasional berubah-ubah setiap zaman”. (bisa disingkat: “merupakan
kenyataan, bahwa………….”)
- “apa yang dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas. (bisa disingkat: ” yang dikatakan Wijoyo Nitisastro”).
1. pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan misalnya:
- “apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar
negeri” (bisa disingkat: “akan terus tergantungkah Indonesia”)
- “baik kita lihat, apa(kah) dia dirumah atau tidak, bisa disingkat “baik kita lihat dia dirumah atau tidak”
1. pemakaian dari sepadan dengan of (inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan: juga dari pada misalnya:
- ” dalam hal ini pengertian dari pemerintah diperlukan” bisa
disingkat:” dalam hal ini pengertian pemerintah diperlukan”.
- “sintaksis adalah bagian dari pada tata bahasa” bisa disingkat: “sintaksis adalah bagian tata bahasa”.
1. pemakaian untuk sepadan dalam to (inggris) yang sebenarnya dapat ditiadakan. Misalnya:
- “Unisoviet cenderung untuk mengakui hak-hak India “, bisa disingkat “Unisoviet cenderung megakui hak-hak India”.
- “pendirian semacam itu mudah untuk dipahami” menjadi “pendirian semacam itu mudah dipahami”.
Catatan:
Dalam kalimat: “mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan
1. pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (inggris) tak selamanya
perlu: misalnya:”kera adalah binatang pemamah biak” bisa disingkat “kera
binatang pemamah biak”.
Catatan: dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu
ditambahkan, misalnya dalam kalimat: “pikir itu pelita hati”. Kita bisa
memakainya meski lebih baik dihindari, misalnyakalua kita harus
menerjemahkan “man is a better driver than women“, bisa mengacaukan bila
disalin:”pria itu pengemudi yang lebih baik dari pada wanita”.
1. pembunuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya:
- “presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear” bisa disingkat “presiden besok meninjau pabrik”
- “tadi telah dikatakan………” bisa disingkat “tadi dikatakan”
- “kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri ” bisa disingkat “kini Clay mempersiapkan diri”
1. pembunuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
misalnya:
- “Gubernur Ali Sadikin membantah desas desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
- “Tidak diragukan lagi bahwa ialah orang yang tepat” bisa disingkat “tidak diragukan ia lah orangnya yang tepat”.
Catatan: sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (;), bila perlu
1. yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tettentu misalnya:
- “Indinesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia”
bisa disingkat “Indonesia harus menjadi tetangga yang baik Australia”
- “kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”
1. pembentukan kata benda (ke +…+ an atau pe +…+ an) yang berasal dari
kata kerja kata sifat, kadang meski tak selamanya menambah beban kalimat
dengan kata yang sebenarnya tak perlu. Misalnya:
- “PN sedang menderita kerugian Rp. 3 juta” bisa disingkat ” PN sedang rugi Rp. 3 juta”.
- “ia telah tiga kali melakukan penipuan tehadap saya” bisa disingkat ” ia telah tiga kali menipuan tehadap saya”.
b. Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar bagaimana
penghematan dalam menulis, dibawah ini pedoman dasar kejelasan dalam
menulis. Menulis secara jelas membutuhkan perasyarat:
1. penulisan harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan
pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuan sendiri.
2. penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.
Kejelasan Unsur Kata
1. Berhemat dengan kata-kata asing.
Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita.
Misalnya: income percapita, meet the press, steam-bath,midnight show,
project officer, floating mass, program-oriented, floor-price, City
Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach,
single, seeded.dan lain lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa
diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja sementara diketahui bahwa
tingkat pelajaran bahasa inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan
sebentar lagi pembaca Koran Indonesia akan terasing dari informasi,
mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika i
diingat rakyat rakyat kebanyakan memahami bahasa inggris sepatahpun
tidak.
Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemah kata-kata asing yang relative
mudah diterjemah harus segera dimulai. Tapi sementara ini diakui
perkembangan bahasa tak berdiri sendiri melainkan di topang perkembangan
sector kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemah dari lunar
module feasibility study, after shafe-lotion,, drive-in, pant-sul dari
perbendaharaan kata-kata asing.
Tehnical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterperneur,
boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll. Karena
pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan cultural
kita. Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak
(misalnya bell-bottom dengan “cutbray”) tetap perlu.
2. menghindari sejauh mungkin akronim
setiap bahasa mempunyai akronim tapi agaknya sejak lima belas tahun yang
kemarin, berbahasa Indonesia bertambah gemar mempergunakan akronim,
hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat
menyingkap ucapan dan penulisan dengan cara dan mudah diingat. Dalam
bahasa Indonesia, yang kata-katanya bersuku, kata tunggal, dan yang
rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, dan kecenderungan membentuk
akronim lumrah “Hankam”, “Bappenas”, “Daswati”, “Humas”, memang lebih
ringkas dari “pertahanan dan keamanan”, “Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional”, “Daerah Swantara Tingkat”, dan “Hubungan Masyarakat”
tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja
membikin akronim sendiri dan selalu sering, disamping itu, perlu diingat
ada yang membuat akronim untuk alat praktis dalam dinas (misalnya yang
dilakukan kalangan ketentaraan) ada yang membaut akronim untuk bergurau,
mengejek, dan mencoba lucu (misalnya dikalangan remaja sehari-hari:
(ortu) untuk (orang tua), (keruk nasi) untuk (kerukunan nasional). Tapi
ada juga yang membaut akronim atau menciptakan efek propaganda dalam
permusuhan politik, misalkan: (manikebu) untuk ( manifestasi
kebudayaan), (Nikolin) untuk (neo kolonialisme), (cinkom) untuk (cina
komunis), (asu) untuk (Ali Suracman).
Bahasa jurnalistik dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim
jenis yang terakhir. Akronim bahas apojok sebaiknya juga dihindarkan
dari bahasa pemberitaan, misalnya (Djagung) untuk (jaksa agung).
(Gepeng) untuk (gerakan penghematan), (sas-sus) untuk (desas desus).
Karena akronim bisa menghamburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan
Kejelasan unsur kalimat
Seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih
efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu
ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang
kalimatnya: terlebih-lebih lagi jika kalimat majemuk itu bercucu
kalimat.
Sumber : http://programatujuh.wordpress.com/materi-jurnalistik/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar